Hukum Memotret Orang Tanpa Izin di CFD dan Menyebarkannya Lewat Platform Fotografi
Selasa, 19 Agustus 2025 | Alviansyah
Selasa, 19 Agustus 2025 | Alviansyah
Foto Sebagai Informasi Elektronik
Setiap foto yang diambil menggunakan ponsel atau kamera termasuk dalam kategori informasi elektronik atau dokumen elektronik menurut Pasal 1 angka 1 dan angka 4 UU 19/2016 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik (UU ITE).
Artinya, foto seseorang yang diambil saat CFD, baik masih tersimpan di galeri ponsel maupun sudah diunggah ke internet, memiliki kedudukan sebagai dokumen elektronik yang sah menurut hukum.
Foto Orang Menurut UU Hak Cipta
Dari perspektif UU Hak Cipta, foto yang objeknya manusia dikategorikan sebagai potret.
Memang benar, orang yang memotret otomatis adalah pencipta yang memiliki hak cipta atas hasil fotonya. Akan tetapi, ada pembatasan: Setiap penggunaan potret untuk kepentingan komersial, reklame, atau iklan wajib mendapat persetujuan dari orang yang dipotret (Pasal 12 ayat (1) UU Hak Cipta).
Jika disebarkan tanpa izin, khususnya untuk tujuan komersial, pelaku bisa dikenakan pidana seperti yang diatur dalam Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2014 tentang Hak Cipta akan dikenakan denda hingga Rp500.000.000,-
Namun, sekalipun tidak untuk iklan atau komersial, tetap ada aspek privasi yang dilanggar.
Penyebaran Foto Tanpa Izin di Platform Publik
Kasus yang lebih sering muncul bukan soal hak cipta, melainkan soal penyebaran foto tanpa izin di ruang publik digital.
Ketika foto seseorang di CFD disebarkan di sebuah platform digital, apalagi disertai keterangan yang bersifat merendahkan atau memalukan, hal itu bisa masuk ranah pencemaran nama baik atau penghinaan.
Menurut Pasal 27 ayat (3) UU ITE, setiap orang dilarang mendistribusikan, mentransmisikan, atau membuat dapat diaksesnya informasi elektronik atau dokumen elektronik yang bermuatan penghinaan/pencemaran nama baik.
Pencemaran Nama Baik dalam KUHP dan KUHP Baru
Selain UU ITE, penyebaran foto tanpa izin yang disertai tuduhan atau caption memalukan juga bisa dijerat dengan pasal penghinaan dalam KUHP lama maupun KUHP baru (UU 1/2023, berlaku 2026):
Pasal 310 KUHP lama: pencemaran dengan tulisan atau gambar di muka umum → pidana penjara hingga 1 tahun 4 bulan atau denda Rp4,5 juta.
Pasal 433 UU 1/2023: pencemaran dengan gambar/tulisan yang disiarkan di tempat umum → pidana hingga 1 tahun 6 bulan atau denda kategori III (Rp50 juta).
Namun, ada pengecualian jika foto tersebut digunakan untuk kepentingan umum atau pembelaan diri.
Kesimpulan
Memfoto orang tanpa izin di ruang publik (seperti CFD) sebenarnya tidak otomatis dilarang, selama tidak digunakan untuk hal yang merugikan atau memalukan.
Menyebarkan foto tersebut di sebuah platform digital tanpa persetujuan dari orang yang dipotret bisa melanggar privasi, UU Hak Cipta (jika untuk komersial), dan berpotensi dijerat dengan UU ITE serta pasal pencemaran nama baik dalam KUHP.
Risiko hukum akan lebih besar bila foto diberi caption bernada merendahkan, memfitnah, atau mempermalukan.
Dengan demikian, meski CFD adalah ruang publik, hak privasi setiap orang tetap dilindungi. Karena itu, sebaiknya sebelum mengunggah foto seseorang ke platform digital, pastikan sudah ada izin dari yang bersangkutan.