Kasus Ayam Goreng Widuran Solo: Halal Dijual, Belum Tentu Halal Dikonsumsi
Jakarta, 3 Juni 2025 | Ahmad Dhiyas Alpasya
Jakarta, 3 Juni 2025 | Ahmad Dhiyas Alpasya
Kasus Ayam Goreng Widuran di Solo mencuat setelah terungkap penggunaan minyak babi tanpa label non-halal, meski selama ini mengklaim sebagai usaha halal tanpa sertifikat resmi BPJPH(Badan Penyelenggara Jaminan Produk Halal). Skandal ini memicu kritik publik dan sorotan terhadap lemahnya pengawasan sistem jaminan halal nasional.
Insiden ini menegaskan pentingnya Sertifikasi Halal dalam industri makanan dan minuman, terutama di negara dengan mayoritas Muslim. Selain melindungi hak konsumen, sertifikasi juga menjadi kunci kepercayaan dan daya saing pelaku usaha, termasuk UMKM.
Pemerintah didesak untuk memperkuat regulasi, penegakan hukum, dan pengawasan agar label halal tidak hanya menjadi formalitas yang rawan disalahgunakan.
Pelaku usaha wajib memberikan informasi yang benar dan tidak menyesatkan. Undang-Undang Perlindungan Konsumen Pasal 8 dan 9 melarang klaim palsu, termasuk terkait status halal. Pelanggar dapat dipidana hingga lima tahun atau didenda dua miliar rupiah (Pasal 62).
Kasus Ayam Goreng Widuran yang mencantumkan label halal tanpa sertifikat Badan Penyelenggara Jaminan Produk Halal, dan baru mengaku memakai minyak babi setelah viral, merupakan bentuk penyesatan konsumen. Tindakan ini melanggar hak konsumen untuk mendapatkan informasi yang jujur (Pasal 4 huruf c Undang-Undang Perlindungan Konsumen) dan bertentangan dengan Undang-Undang Jaminan Produk Halal, yang mewajibkan pencantuman status nonhalal jika tidak bersertifikat.
Peraturan Pemerintah Nomor 42 Tahun 2024 tentang Penyelenggaraan Bidang Jaminan Produk Halal memberikan wewenang kepada Badan Penyelenggara Jaminan Produk Halal untuk menjatuhkan sanksi administratif, namun dalam kasus ini, unsur dugaan penipuan menuntut penegakan hukum pidana agar memberi efek jera dan perlindungan nyata bagi konsumen.
Aturan ini bertujuan untuk melindungi hak konsumen, terutama umat Islam, dengan memastikan mereka dapat dengan mudah mengenali produk yang sesuai dengan ajaran agama. Selain itu, regulasi ini mendorong pelaku usaha untuk bersikap jujur dan transparan dalam memberikan informasi produk.
Apabila pelaku usaha mengabaikan kewajiban ini, seperti tidak mencantumkan label non-halal pada produk yang seharusnya, tindakan tersebut dapat dianggap sebagai penipuan dan dikenai sanksi pidana.
Kasus rumah makan legendaris Ayam Goreng Widuran menunjukkan lemahnya pengawasan jaminan halal. Label halal tak boleh jadi alat dagang tanpa pengawasan. Negara harus tegas menindak pelanggaran agar kepercayaan publik, terutama konsumen Muslim, tetap merasa aman untuk dikonsumsi