Nuansa Bening Tak Lagi Bening Untuk Vidi Aldiano
Jakarta, 15 Juni 2025 | Alviansyah
Jakarta, 15 Juni 2025 | Alviansyah
Dugaan pelanggaran hak cipta kembali mengguncang industri musik Indonesia. Kali ini, penyanyi Vidi Aldiano digugat senilai Rp24,5 miliar oleh musisi senior Keenan Nasution dan Rudi Pekerti atas penggunaan lagu legendaris Nuansa Bening, yang dinyanyikan ulang oleh Vidi sejak 2008.
Gugatan itu dilayangkan ke Pengadilan Niaga Jakarta Pusat dan tercatat dalam perkara nomor 51/Pdt.Sus-HKI/Cipta/2025/PN Niaga Jkt.Pst. Menurut kuasa hukum Keenan dan Rudi, Minola Sebayang, gugatan mencakup 31 pertunjukan musik yang disebut menggunakan lagu Nuansa Bening tanpa izin resmi dari penciptanya— meliputi dua pelanggaran pada 2009 dan 2013, serta 29 pelanggaran tambahan antara 2016 dan 2024.
16 Tahun Tanpa Royalti
Nuansa Bening merupakan karya cipta Keenan Nasution dan Rudi Pekerti yang pertama kali dirilis pada 1978. Lagu ini kembali populer setelah diaransemen ulang dan dibawakan oleh Vidi dalam album debutnya Pelangi di Malam Hari (2008). Versi Vidi menjadi salah satu penanda musikal kariernya dan kerap ia bawakan dalam berbagai konser selama lebih dari satu dekade.
Namun, menurut pihak pencipta, selama 16 tahun tidak pernah ada komunikasi legal atau pembayaran royalti yang layak. Vidi melalui manajemennya sempat mendatangi Keenan dan menyerahkan Rp50 juta sebagai bentuk apresiasi, namun tawaran tersebut ditolak karena dinilai tidak sesuai dengan prinsip hukum hak cipta dan tidak berbasis perhitungan royalti yang transparan.
Keenan dan Rudi juga menyebut lagu tersebut telah dipublikasikan di berbagai platform streaming seperti Spotify dan YouTube tanpa keterlibatan maupun persetujuan dari pencipta, yang secara hukum berpotensi melanggar hak ekonomi pencipta sebagaimana diatur dalam Pasal 9 ayat (1) huruf c dan Pasal 113 ayat (1) Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2014 tentang Hak Cipta.
Tuntutan Bernilai Miliaran dan Penyitaan Aset
Kasus ini menjadi potret terang lemahnya kesadaran dan kepatuhan hukum dalam industri musik nasional. Masih banyak pelaku industri yang menganggap itikad baik sebagai cukup untuk menggunakan karya orang lain, tanpa memahami pentingnya legalitas formal.
Padahal, Undang-Undang Hak Cipta secara jelas memberikan hak eksklusif kepada pencipta untuk mengizinkan atau menolak penggunaan karyanya, termasuk dalam bentuk cover, aransemen ulang, maupun distribusi digital. Tanpa izin tertulis, setiap bentuk penggunaan berisiko dikategorikan sebagai pelanggaran hukum.
Antara Generasi Lama dan Baru
Konflik Nuansa Bening bukan sekadar sengketa antarindividu. Ia mencerminkan ketegangan laten antara generasi pencipta senior dan pelaku musik generasi baru yang sering kali tidak memahami—atau mengabaikan—aspek legal dari karya seni. Keberlanjutan industri kreatif tidak bisa hanya mengandalkan popularitas dan semangat berkarya; ia harus dibarengi dengan sistem royalti yang adil, transparansi distribusi, dan penghormatan terhadap hak ekonomi pencipta.
Kasus ini adalah pengingat bahwa hukum hak cipta bukan sekadar teks dalam undang-undang, tetapi jaminan bagi keberlangsungan kreativitas di tengah ekosistem yang sehat dan berkeadilan.